Waria berhaji? boleh gak ya... |
Seorang waria asal Jember, Sutika bin Marwapi (42), berangkat menunaikan ibadah haji dengan Kloter 69, sedangkan calon haji tertua dari Lumajang yang berusia 100 tahun, Jayus bin Sukandar, telah berangkat dengan Kloter 63.
"Sebagai Muslim, saya ingin menunaikan ibadah haji, tapi kalau saya seperti begini ya takdir. Di Tanah Suci, saya ingin bertobat, agar masuk surga, apalagi keluarga saya sebenarnya termasuk orang yang ngerti (taat beragama)," katanya di Surabaya, Senin.
Ditemui di Gedung A-2 Asrama Haji Embarkasi Surabaya (AHES), waria asal Desa Cangkring Baru, Kecamatan Jenggawah, Jember itu mengaku dirinya bertobat di Tanah Suci, karena dirinya menjadi waria, padahal semua itu bukan keinginan dirinya.
"Saya berangkat dengan KTP laki-laki, karena petugas Imigrasi memeriksa saya dan saya dinyatakan sebagai laki-laki, tapi sepulang dari Tanah Suci, saya akan tetap konsisten sebagai wanita, karena saya sudah bersumpah di hadapan orang tua bila saya adalah wanita," tukasnya.
Mengenai perasaan dirinya sebagai wanita yang dikumpulkan di ruangan laki-laki saat menunaikan ibadah haji dari asrama haji hingga Tanah Suci, ia mengaku biasa saja. "Saya justru bisa latihan untuk menahan emosi," katanya, didampingi petugas Kloter 69, Wahib.
Ditanya awal dirinya bersemangat menunaikan ibadah haji, waria yang berprofesi sebagai pedagang di Pasar Jenggawah itu mengaku dirinya berasal dari keluarga miskin, lalu dirinya merantau ke Bali untuk bekerja.
"Di Bali, pikiran saya terbuka untuk berdagang dan saya mengumpulkan uang untuk menunaikan ibadah haji agar saya tidak malu di hadapan keluarga, lalu saya mendaftarkan haji pada tahun 2008 dan akhirnya sekarang ditakdirkan berangkat pada Senin (15/10) malam," paparnya.
Tentang harapan kepada para waria yang Muslim, ia mengingatkan kaum waria untuk tetap menjalankan ibadah secara maksimal, termasuk beribadah haji. "Saya mengajak teman-teman waria yang belum punya uang untuk umroh," ujarnya.
Secara terpisah, petugas Kloter 69/Jember, Wahib mengatakan Sutika sempat mengalami kesulitan, karena petugas Imigrasi memintanya untuk memiliki KTP laki-laki, padahal dirinya merasa sebagai wanita dan telah memiliki KTP wanita.
"Akhirnya, kami menyarankan dia untuk mengurus KTP laki-laki ke Dispendukcapil agar tidak mengalami kesulitan untuk beribadah haji. Alhamdulillah, dia mau, karena semangatnya beribadah haji memang cukup kuat," tuturnya.
Namun, Sutika tidak mengubah nama, kecuali sedikit yakni Sutika untuk nama laki-laki, sedangkan nama sebelumnya sebagai wanita adalah Sutikah. "Teman-teman justru senang menggoda dan untungnya dia bisa bersikap sabar," katanya.
Sebelumnya, calon haji tertua yang berusia 100 tahun, Jayus bin Sukandar telah berangkat dengan Kloter 63/Lumajang pada Minggu (14/10) siang. "Senang, saya berangkat haji karena (diberangkatkan) anak-anak saya," kata lelaki asal Joglosari Tambahrejo Candipuro, Lumajang yang kelahiran 8 Februari 1912.
Sementara itu, calon haji termuda berusia 18 tahun tiga bulan bernama Husain Asmara DM bin H Maksum Salam asal Kebonduren Ponggok Kabupaten Blitar yang merupakan kelahiran 17 Juli 1994.
"Di Jatim ada 23 calon haji termuda dengan usia 18 tahun, tapi calon haji paling muda adalah Husain Asmara, sedangkan calon haji tertua ada tiga orang dengan calon haji paling tua adalah Jayus," kata Kepala Humas PPIH Embarkasi Surabaya H Fatchul Arief.
"Sebagai Muslim, saya ingin menunaikan ibadah haji, tapi kalau saya seperti begini ya takdir. Di Tanah Suci, saya ingin bertobat, agar masuk surga, apalagi keluarga saya sebenarnya termasuk orang yang ngerti (taat beragama)," katanya di Surabaya, Senin.
Ditemui di Gedung A-2 Asrama Haji Embarkasi Surabaya (AHES), waria asal Desa Cangkring Baru, Kecamatan Jenggawah, Jember itu mengaku dirinya bertobat di Tanah Suci, karena dirinya menjadi waria, padahal semua itu bukan keinginan dirinya.
"Saya berangkat dengan KTP laki-laki, karena petugas Imigrasi memeriksa saya dan saya dinyatakan sebagai laki-laki, tapi sepulang dari Tanah Suci, saya akan tetap konsisten sebagai wanita, karena saya sudah bersumpah di hadapan orang tua bila saya adalah wanita," tukasnya.
Mengenai perasaan dirinya sebagai wanita yang dikumpulkan di ruangan laki-laki saat menunaikan ibadah haji dari asrama haji hingga Tanah Suci, ia mengaku biasa saja. "Saya justru bisa latihan untuk menahan emosi," katanya, didampingi petugas Kloter 69, Wahib.
Ditanya awal dirinya bersemangat menunaikan ibadah haji, waria yang berprofesi sebagai pedagang di Pasar Jenggawah itu mengaku dirinya berasal dari keluarga miskin, lalu dirinya merantau ke Bali untuk bekerja.
"Di Bali, pikiran saya terbuka untuk berdagang dan saya mengumpulkan uang untuk menunaikan ibadah haji agar saya tidak malu di hadapan keluarga, lalu saya mendaftarkan haji pada tahun 2008 dan akhirnya sekarang ditakdirkan berangkat pada Senin (15/10) malam," paparnya.
Tentang harapan kepada para waria yang Muslim, ia mengingatkan kaum waria untuk tetap menjalankan ibadah secara maksimal, termasuk beribadah haji. "Saya mengajak teman-teman waria yang belum punya uang untuk umroh," ujarnya.
Secara terpisah, petugas Kloter 69/Jember, Wahib mengatakan Sutika sempat mengalami kesulitan, karena petugas Imigrasi memintanya untuk memiliki KTP laki-laki, padahal dirinya merasa sebagai wanita dan telah memiliki KTP wanita.
"Akhirnya, kami menyarankan dia untuk mengurus KTP laki-laki ke Dispendukcapil agar tidak mengalami kesulitan untuk beribadah haji. Alhamdulillah, dia mau, karena semangatnya beribadah haji memang cukup kuat," tuturnya.
Namun, Sutika tidak mengubah nama, kecuali sedikit yakni Sutika untuk nama laki-laki, sedangkan nama sebelumnya sebagai wanita adalah Sutikah. "Teman-teman justru senang menggoda dan untungnya dia bisa bersikap sabar," katanya.
Sebelumnya, calon haji tertua yang berusia 100 tahun, Jayus bin Sukandar telah berangkat dengan Kloter 63/Lumajang pada Minggu (14/10) siang. "Senang, saya berangkat haji karena (diberangkatkan) anak-anak saya," kata lelaki asal Joglosari Tambahrejo Candipuro, Lumajang yang kelahiran 8 Februari 1912.
Sementara itu, calon haji termuda berusia 18 tahun tiga bulan bernama Husain Asmara DM bin H Maksum Salam asal Kebonduren Ponggok Kabupaten Blitar yang merupakan kelahiran 17 Juli 1994.
"Di Jatim ada 23 calon haji termuda dengan usia 18 tahun, tapi calon haji paling muda adalah Husain Asmara, sedangkan calon haji tertua ada tiga orang dengan calon haji paling tua adalah Jayus," kata Kepala Humas PPIH Embarkasi Surabaya H Fatchul Arief.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentarnya:
1. Gunakan bahasa yang sopan dan tidak menyinggung
2. Jangan pakai link aktif/ spam
3. Iklan boleh, tapi 1 kali saja :)